Rabu, 06 Agustus 2008


Kaum Muda, Asa dan Perubahan

Tahun ini tepat 80 tahun kaum muda Indonesia merayakan peristiwa bersejarah mengenai kesadaran akan pentingnya berhimpun dalam satu bangsa, satu nusa, dan satu bahasa, yang bernama Indonesia. Kesadaran ini lahir sebagai antitesis politik Belanda yang memecah-belah sebuah bangsa besar yang hidup di Nusantara. Dengan mengikrarkan sumpah pemuda, sesungguhnya pemuda saat itu menunjukkan kapasitas dan kesiapannya untuk menjadi pemimpin bangsa.


Slogan “Harapan dan Perubahan” menjadi tema kampanye Barack Obama pada pemilihan presiden di AS. Dengan tema ini, Obama mampu membangkitkan histeria massa sehingga dukungan kepadanya begitu luar biasa.

Dukungan terhadap Obama tidak hanya datang dari warga AS yang menginginkan perubahan. Dukungan itu juga bergema di seluruh dunia termasuk Indonesia. Bahkan, di Indonesia ada perkumpulan tersendiri yang memberikan dukungan atas tampilnya Obama dalam pemilihan.

Apa yang terjadi pada fenomena Obama menunjukkan bahwa masyarakat AS begitu mengharapkan angin perubahan. Masyarakat AS sudah bosan dengan kebijakan yang telah menyeret anak-anak mereka ke ladang pembantaian di Irak dan Afghanistan. Mereka mulai bosan dengan kebijakan ekonomi negara yang membuat mereka harus antre mendapatkan kebutuhan sehari-hari akibat kebijakan Pemerintahan Bush yang mengonversi bahan pangan menjadi energi.

Kita menyaksikan demam Obama menggejala di mana-mana. Meski spirit Obama menggetarkan kaum muda Indonesia, itu belum cukup membawa mereka pada satu keberanian menantang pendahulunya dalam kompetisi kepemimpinan bangsa. Berbagai survei menunjukkan kaum muda belum tampil secara maksimal sehingga belum dapat diidentifikasi oleh masyarakat sebagai orang yang layak untuk memimpin bangsa.

Kongres Majelis Pemuda Indonesia sebagai acara pemanasan menuju Kongres Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) yang digelar di Riau 22-24 Juli 2008 diharapkan menelurkan formulasi bagi tampilnya kaum muda pada level kepemimpinan nasional. Bagaimana pun, KNPI sebagai wadah berhimpun berbagai organisasi massa kepemudaan memiliki potensi dan sekaligus tanggung jawab yang besar untuk melahirkan kepemimpinan nasional yang berasal dari kaum muda.

Modal sejarah
Tahun ini tepat 80 tahun kaum muda Indonesia merayakan peristiwa bersejarah mengenai kesadaran akan pentingnya berhimpun dalam satu bangsa, satu nusa, dan satu bahasa, yang bernama Indonesia. Kesadaran ini lahir sebagai antitesis politik Belanda yang memecah-belah sebuah bangsa besar yang hidup di Nusantara. Dengan mengikrarkan sumpah pemuda, sesungguhnya pemuda saat itu menunjukkan kapasitas dan kesiapannya untuk menjadi pemimpin bangsa.

Gagasan sumpah pemuda merupakan narasi besar yang mendorong manusia di Nusantara terbawa arus perubahan yang tak terbendung. Orang-orang yang hidup dengan berbagai bahasa dengan kesadarannya belajar dan mau menggunakan bahasa Indonesia. Narasi besar kaum muda tidak berhenti di situ. Mereka juga mewujudkannya dalam satu langkah besar, yakni deklarasi Indonesia merdeka.

Sejarah mencatat jika pemuda tidak mendesak Soekarno dan Hatta mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia tahun 1945 mungkin sampai saat ini Indonesia masih terjajah. Indonesia merdeka adalah narasi besar yang hinggap di seluruh sanubari rakyat Indonesia sehingga mereka rela berkorban untuk Indonesia merdeka.

Peran pemuda Indonesia, baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan, tidak terbantahkan lagi. Jejak sejarah kaum muda pascakemerdekaan dapat kita lihat misalnya ketika Sudirman menjadi jenderal pertama dan sekaligus panglima di republik ini dalam usia masih sangat muda. Sudirman adalah kaum muda yang telah memimpin pergerakan Indonesia melawan Belanda dengan keberanian, kecerdasan, dan keikhlasan yang luar biasa sehingga pantas jika namanya begitu melegenda.

Dengan prestasi kaum muda Indonesia ini, tidak berlebihan jika Ben Anderson, pengamat politik Indonesia, meyakini sejarah Indonesia adalah sejarah pergerakan kaum muda. Dalam setiap fase sejarah, kepemimpinan kaum muda adalah motor penggerak perubahan zaman. Ben Anderson mengatakan, “Akhirnya saya percaya bahwa watak khas dan arah dari revolusi Indonesia pada permulaannya memang ditentukan oleh kesadaran pemuda ini.” Apa yang telah disimpulkan oleh Ben Anderson sedianya cukup bagi kaum muda untuk berani bergerak ke tengah dan berkompetisi merebut kepemimpinan bangsa. Kaum muda memiliki modal sejarah yang sangat besar bagi kelahiran dan pembangunan bangsa.

Sudah tiba masanya kaum muda tidak hanya berhenti menjadi saksi perebutan kursi yang dilakukan kaum tua. Bukan lagi waktunya kaum muda hanya bertindak sebagai operator dari generasi yang terbukti gagal, kemudian berusaha merebut kekuasaan kembali. Tetapi, harus mampu melahirkan generasi kepemimpinan baru yang lebih mampu memberi harapan dan perubahan. Itu tidak lain ada di tangan kaum muda Indonesia.

Harapan Indonesia
Media massa secara lengkap telah menceritakan berbagai derita anak bangsa serta paradoks yang muncul. Misalnya, di saat negara surplus beras dan merasa perlu untuk ekspor, pada saat yang sama sebagian rakyatnya justru sedang berjuang melawan lapar. Tak terbayangkan bagaimana ketika negara begitu gencar melakukan kampanye antikorupsi, pelaku korupsi justru aparatnya sendiri.

Berbagai paradoks itu muncul karena perilaku lama yang tidak sesuai dengan semangat baru masih memiliki kuasa atas kepemimpinan di negeri ini. Meski banyak bukti sejarah menunjukkan peran pemuda meraih kejayaan bangsa, sepertinya sederetan bukti itu tidak cukup bagi elite lama menempatkan pemuda sebagai human capital bagi negeri ini.

“Setiap massa ada orangnya”, begitu pepatah Arab mengatakan. Ketika bangsa ini terpuruk oleh beragam citra negatif di dunia internasional, seperti citra pelanggar HAM, negara terkorup, negara dengan tingkat daya saing rendah, dan berbagai citra negatif lainnya, kaum mudalah yang dapat diandalkan mengklarifikasi semua citra negatif itu dengan prestasinya. Kaum muda berkali-kali diharapkan melakukan perubahan dan menjaga eksistensi citra baik Indonesia.

Kita menyaksikan seorang anak penjual rokok kaki lima di Bekasi, misalnya, telah mengharumkan nama Indonesia di dunia internasional dengan menjadi juara catur dunia tahun 2007 di Yunani. Beberapa siswa terbaik kita juga menjadi juara olimpiade fisika.Olahraga juga lebih hebat dengan hadirnya beberapa atlet muda berbakat yang menjuarai beberapa cabang. Sedianya semua itu menjadi inspirasi untuk dapat memberikan peran kepemimpinan yang lebih besar bagi kaum muda.


Yang muda yang berkuasa
Bergulirnya reformasi telah mengubah banyak hal dalam kehidupan. Perubahan itu hendaknya mendorong kaum muda untuk dinamis dan cerdas membaca realitas zaman. Tentu tidak mungkin menggunakan paradigma lama untuk menyelesaikan persoalan hari ini. Sebagaimana dikatakan oleh Peter Drucker, seorang ahli manajemen modern, masalah terbesar dalam menghadapi krisis bukan terletak pada krisis itu sendiri. Masalah terbesar adalah ketika kita menyelesaikan krisis hari ini dengan logika masa lalu.

Kaum muda Indonesia perlu berkaca pada keberanian John Tyler Hammons, ketika ia datang ke tengah masyarakatnya dan menawarkan diri untuk memimpin mereka. John mahasiswa 19 tahun di Universitas Oklahoma yang terpilih sebagai wali kota Muskogee, wilayah di sebelah timur laut negara bagian Oklahoma, AS. Dari seluruh suara di daerah yang telah dihitung, John Tyler memenangi 70 persen suara dan mengalahkan calon lain yang berusia lebih tua darinya.

Semoga kita (kaum muda) memiliki keberanian menawarkan solusi bagi bangsa dengan merebut kepemimpinan hari ini, sebagaimana ditunjukkan oleh John Tyler.

Tidak ada komentar: